Pertama sekali saya mau sampaikan kalau, tulisan ini adalah insight yang diperoleh dari buku Terapi Menulis demi Ketangguhan Diri. Jadi, pastikan kamu membeli dan membaca dari sumber legal karena kita anti bajakan, Bro.
Kita mulai dari istilah Writing for healing, istilah yang mungkin sudah sering kalian dengar dari orang-orang yang punya spesialisasi dalam kesehatan mental. Tak jarang pula para penulis menjadikan ini sebagai alasan kenapa mereka menulis. Nah, kurang lebih buku ini menyuarakan hal yang sama, selanjutnya mari kita lihat lebih dalam.
Buku ini terdiri dari 4 bagian:
Bagian 1: Menunjukkan konteks zaman ini yang mana makna relasi dan cara hidup itu dipengaruhi oleh perkembangan yang ada.
Bagian 2: Mengenalkan tentang apa itu kisah dan bagaimana daya dari sebuah kisah dan kenapa kita harus berkisah dan menuliskannya.
Bagian 3: Fokus pada manfaat yang kita dapatkan ketika kita mau untuk menulis kisah kita.
Bagian 4: Berbagai buah nyata menulis kisah dalam diri.
Manusia adalah makhluk yang luar biasa egois. Relasi kita kerap kali diwarnai dengan persaingan.
Kamu setuju nggak dengan pernyataan itu?
Secara umum akan terlihat benar. Tapi, bukan semuanya, ya. Kenapa kita egois? karena kita berjuang untuk memenuhi kebutuhan kita, mau itu secara materil atau emosi. Nah, ini yang buat kita tidak bisa menyingkirkan persaingan. Kita selalu ingin seperti orang lain dan kalau boleh lebih mereka. Situasi inilah yang buat kita rentan banget untuk menjadi pribadi yang gampang stres, depresi atau rapuh.
Saat kita merasakan hal-hal seperti itu, kita akan berusaha mencari atau menjadikan sesuatu sebagai pelarian, sebagai pelampiasan, atau sebagai cara memulihkan diri dan keadaan. Apa hubungan dengan menulis? Jawabannya, menulis bisa menjadi jembatan yang bisa kita gunakan untuk terus bersentuhan dengan penderitaan, luka dan kepahitan hidup. Teknologi bisa semakin canggih, tetapi kebanyakan hiburan yang ditawarkan cuma pelarian semu. Kita butuh sesuatu yang benar-benar bisa menyentuh jiwa kita. Menulis adalah jawabannya. Melalui menulis kita belajar mengenal diri bahkan luka-luka yang kita pendam selama ini.
Untuk singkatnya, saya akan langsung fokus pada bagian ketiga, karena bagi saya inilah yang harus dipahami supaya kita semakin tahu bahwa menulis itu bukan hal yang remeh-temeh.
Pentingnya Menulis Kisah dalam Diri
1. Membuat Kita Menjadi Lebih Tangguh
Ketangguhan diri bisa tumbuh kalau kita menerima dan menyadari kenyataan diri apa adanya. Menerima baik buruknya diri kita akan membuat kita punya daya juang. Dengan demikian, kalaupun kita diterpa oleh sesuatu yang tidak enak secara berulang-ulang, kita bisa mengusahakan kenyamanan kita.
Ketangguhan diri juga berbicara tentang mempertahankan kebaikan. Kita semua punya sisi baik, kan, ya. Pertahankan itu. Kita harus punya kepercayaan atas dirimu sendiri.
2. Menerima realitas diri
Siapa yang masih berjuang untuk menerima diri sendiri? Masih bertempur dengan insecuirty-mu? Ingat, kamu nggak akan bisa melangkah kalau kamu nggak bisa taklukkan itu. Obat, sekalipun pahit, harus ditelan kalau mau sembuh. Namun, sebelum obat itu dikonsumsi, kamu atau dokter harus tahu kita sakit apa.
Mau menang melawan insecure-mu? Cari tahu apa yang membuatmu tidak nyaman, beranilah mengambil langkah di luar zona nyamanmu kalau kamu tahu itu bisa bikin kamu sembuh. Ingat, enak tak selalu sehat, dan pahit tak selalu sakit. Dengan menulis, kamu bakal tahu setiap dimensi dalam dirimu secara utuh.
3. Mencintai diri sendiri
Mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain adalah jalan yang tepat. Menulis adalah cara yang tepat untuk bisa jujur terhadap diri sendiri sebagai langkah awal untuk mencintai dirimu.
4. Mampu mengambil jarak
Menulis kisah diri melibatkan dua dimensi sumber kekuata kita yaitu, kewaspadaan dan kemampuan mengambil jarak. Saat menulis, kita harus waspada dan peka pada perasaan, emosis dan persepsi yang muncul kapan pun. Selanjutnya, kita diajak untuk ambil jarak dengan itu semua.Akan banyak situasi yang membuat kita terlena baik itu karena seseorang, teknologi, media sosial kita, seringkali memberikan kenyamanan semu dan perasaan yang sementara pula. Saat kita berhenti, kita merasa gamang. Dengan menulis, kamu punya waktu untuk memproses itu semua supaya kamu paham tentang apa yang sedang terjadi sama dirimu.
5. Mengubah cara pandang
Kita kadang-kadang ge-er (gede rasa), merasa kita adalah pusat dunia. Saking ge–er-nya, kita merasa diperhatikan semua orang, takut mengambil langkah karena takut salah. Sadarlah, bisa saja kita hanya sebuah titik kecil yang sebenarnya nggak diperhatikan semua orang. Sekilas orang lain tampak memperhatikan kita, setelahnya mereka bisa lupa sama sekali.
Menulis bisa memberikan cara baru buat kita untuk melihat dunia. Menulis memberimu kesempatan agar lebih luwes melihat dunia di luar kamu. Kamu bisa lebih banyak menimbang dan melihat dunia dengan cara yang baru.
6. Mengontrol diri sendiri
Menulis membuat kita punya kendali atas perasaan, pemikiran, emosi dan persepsi diri. Bayangin, kalau kamu marah, kamu bisa luapkan ke orang lain atau benda-benda di sekitarmu. Menulis kasih cara yang berbeda. Sebelum kamu menulis, kamu berpikir dulu. Dalam berpikir akan ada proses asosiasi berbagai hal, proses menyaring berbagai emosi, sehingga ketika kamu menulis, kamu telah berhasil memilih apa yang kamu ingin tuliskan. Kamu punya kontrol atas itu semua.
7. Memilih secara merdeka
Ini berkaitan dengan poin sebelumnya. Yang bikin susah dalam keseharian itu ialah ketika kita tidak diberikan kesempatan untuk memilih. Kita dipaksa ikut arus, kita dipaksa mencicip apa yang tidak suka.
Menulis memberikan kamu kesempatan itu. Terutama buat kita yang masih dibayang-bayang masa lalu, kita diberi kesempatan untuk memberikan reaksi yang berbeda dari pengalaman kita sebelumnya. Hidup kita lebih kreatif, lebih dinamis. Perlahan tapi pasti, kita punya pilihan dan punya kesempatan untuk memperbaiki hidup lebih baik lagi.
8. Menyembuhkan trauma
Trauma masa kecil selalu memengaruhi atau bahkan bisa merusak kehidupan saat ini, setuju, nggak?
Dengan menulis, kita bisa bertemu dengan trauma itu berulang kali, tetapi semakin sering dituliskan, semakin kita bisa belajar berdamai dengannya. Setiap trauma itu men-trigger kita, tulis saja. Mungkin sakitnya berulang kali masih terasa, lama-lama kita terbiasa dan makin lama merasakan kesembuhan dan pembebasan. Tidak ada pertumbuhan tanpa rasa sakit, tidak ada perkembangan tanpa ketidaknyamanan.
9. Menjadi Subjek atas Diri
Menulis membuat kita bangkit dari ketidak berdayaan. Kamu belajar dan terus belajar menemukan dirimu yang mungkin sudah hilang. Menulis menjadi jalan pulang. Kamu adalah kamu dan kamu harus terus hidup.
11. Meningkatkan daya kritis
Coba cek HP-mu sekarang. Ada berapa media sosial yang kamu pakai? dua, tiga, atau lebih?
Pertanyaan berikutnya, yang mana yang paling sering kamu buka, apakah memengaruhi cara pandamu akan sesuatu? Makin pusing dengan standar yang diberikan atas berbagai hal? Makin pusing untuk bisa tetap mengambang dan melihat dengan jelas dalam tsunami informasi yang kamu terima?
Menulis membuat kamu berpikir lebih kritis. Kamu bisa bicara semau kamu. Inilah cara untuk kamu merdeka dari berbagai pemikiran yang mengekang kamu. Kamu bisa menyuarakan perspektif kamu dan kalau kamu benar, kamu akan memberikan dampak yang besar untuk perubahan.
12. Membangkitkan pengharapan
Hidup adalah sebuah seni dan menulis ibarat alat-alat yang dibutuhkan untuk menciptakan seni itu. Dengan menulis, kita bisa memberikan keindahan sekaligus menangkap keindahan pengalaman hidup orang lain. Keindahan itu memantik harapan yang mungkin hampir padam.
Menulis juga menjadi pengingat akan tujuan hidup. Membuat kita tidak larut dalam arus dunia ini.
Masih ada beberapa manfaat lagi yang belum saya masukkan di sini karena kamu harus membacanya sendiri. Ini adalah insight saya sekaligus bagian-bagian yang diingatkan melalui buku Terapi Menulis demi Ketangguhan Diri ini. Kamu bisa baca secara gratis di aplikasi baca buku gratis Ipusnas dan Lentera App.
Mari Berbahagia dengan Membaca
Beli bukunya di sini: https://aff.gramedia.com/s/ouRpRqNvI