Banyu Biru ketemu dengan Banyu dan Biru dalam novel romansa Gagal Cinta Kronis.
Saya ceritakan dulu kenapa akhirnya saya baca novel ini. Novel ini adalah hasil hunting buku waktu event Semesta Buku Februari 2024 lalu. Kok, baru dibaca sekarang? Kalian tahulah ya salah satu penyakit pembaca itu yang penting beli dulu bacanya entah kapan. Membaca kisah romance memang bukan kesukaan saya. Saya butuh usaha lebih untuk bisa menyelesaikan sebuah novel kalau sebagian besar cerita dibalut dengan kisah romansa yang kental. Hal itu pun terjadi pada novel ini. Saya bertekad setidaknya membaca 2-3 chapter sekali duduk. Bukan karena novelnya jelek, semata-mata karena masalah selera saja.
Nah kebetulan, saya dan Bang Nara sama-sama mengikuti event menulis cerpen yang diadakan oleh komunitas Pulpen Kompasiana, salah satau komunitas penulis cerpen yang saya turut aktif di dalamnya. Bang Nara sukses meraih juara tiga. Saya kasih ucapan selamat, dong. Saya juga kebetulan satu grup dengan Bang Nara di grup WA Expert Gengs Family. Meskipun saya nongol di situ dalam hitungan jari. Singkat cerita Bang Nara notice itu nama saya yang sama dengan nama karakter di novelnya. Singkat cerita, akhirnya saya putuskan untuk mulai membaca. Jadi, sekarang mari kita bahas novelnya.
Blurb
Nama proyek: Proyek Malaikat
Target: Pasien gagal ginjal yang putus asa dan ingin cepat-cepat mati
Tujuan: Memotivasi secara diam-diam dan natural
Aturan Penting: Dilarang jatuh cinta dengan target!
Banyu, pasien gagal ginjal kronis sekaligus bolak-balik gagal hubungan cinta, mendadak ingin mengubah hidupnya dengan proyek bombastis berjudul “Proyek Malaikat”. Ia bertekad meyakinkan para target, bahwa gagal ginjal bukan akhir segalanya.
Sayangnya, meskipun mengusung nama Proyek Malaikat, semua yang terlibat tetaplah manusia biasa. Manusia yang rapuh dengan perasaan dan rahasia-rahasia kelam. Manusia yang tak selalu mampu memupus jejak masa lalu yang menyedihkan.
Ketika proyek dijalankan kepada target ketiga, aturan penting tersebut nyaris dilanggar. Banyu diam-diam jatuh hati.

Identitas Buku
Penulis: Nara Lahmusi
Tahun terbit: 2022
Editor: Raya Fitrah dan Christine Putri W.
Ilustrasi Sampul: Sijarjamil
Ukuran: 20 cm
Ketebalan: 230 hlm.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020661285l
Ulasan
Dalam halaman ucapan terima kasih penulis sedikit menceritakan latar belakang penulisan novel ini yang ternyata merupakan bagian dari pengalaman penulis sebagai pasien yang divonis sakit gagal ginjal kronis, penyakit yang sama yang diderita dua
karakter utama dalam cerita ini yaitu Banyu dan Nyala. Tak heran kalau akhirnya penulis sangat dekat dengan istilah-istilah medis, aroma rumah sakit dan cara-cara penanganan yang harus dijalani oleh seseorang dengan penyakit gagal ginjal kronis. Selain informatif, Itu semua sangat menolong untuk membuat novel
ini logis dan bisa dipercaya dalam berbagai aspek.
Bagian-bagian awal kita akan diperkenalkan kepada Banyu dan Dokter Panji. Chemistry keduanya dapat banget. Kemudian bertolak kepada Nyala dan Biru kita dibikin turut merasakan kesalnya, Nyala dengan keras kepalanya dan Biru dengan keegoisannya –untuk Biru nanti kita bahas di paragraf selanjutnya.
Karakter Banyu di sini dibuat sebagai karakter yang positive vibes banget. Dia sabar, optimismenya tinggi, selalu bersemangat dan tampak tulus dengan apa yang ia lakukan. Kayaknya memang sengaja dibuat begitu supaya dia menjadi karakter yang diidam-idamkan.
Bertolak belakang dengan Nyala yang seringkali membuat kesal dengan keras kepalanya. Cewek yang
gagal move on ini disatu sisi kasihan, di satu sisi ya memaklumi tindakan Biru yang akhirnya meminta putus. Hal yang wajar sih sebenarnya, Nyala tiba-tiba divonis gagal ginjal juga, siapa yang nggak kaget, bingung dan marah.
Itu juga memengaruhi psikologisnya sehingga bawaannya marah, sinis, apa lagi kalau dikasihanin malah nggak terima. Ada orang-orang yang tidak siap untuk dikasihani karena harga dirinya terluka.
Biru, hampir di sepanjang cerita dibuat menjadi tokoh yang layak dibenci. Namun, di babak ketiga, rasa benci itu menguap begitu saja, karena kita akhirnya tahu alasan dibalik tindakannya. Saya kira Biru akan menjadi tokoh antagonis yang menyebalkan, nyatanya tidak. Pada akhirnya kita akan dibuat bersimpati kepada Biru karena tekanan yang ia terima. Bahagia yang diharapkannya tidak ia dapatkan dan langkah yang ia anggap sebagai solusi adalah memutuskan Nyala dan mengikuti kemauan orang tua angkatnya untuk kuliah dan bekerja seperti yang sudah direncananakan orang tuanya.
Saya sempat mengalami kejenuhan untuk membaca novel ini. Untung saja saya bisa tiba di masa kecil Banyu. Di bagian ini kita dibawa untuk melihat kehidupan Banyu kecil di panti asuhan dan bagaimana masa kecil ini membentuk Banyu yang dewasa dan motivasinya melakukan apa yang sedang ia lakukan. Masa kecil yang getir, tetapi justru membuat cerita menjadi manis. Saya suka dengan detil-detil yang diberikan penulis untuk setiap karakter tentang jurusan kuliah, tentang proyek malaikat dan tentang sabun. Untuk bagian ini kamu harus baca langsung biar kamu paham.
Banyu dan Biru bukanlah sekadar rival untuk mendapatkan hati Nyala. Mereka punya hubungan lebih dari yang kita duga. Ini adalah bagian plot twist yang paling saya suka. Rekonsiliasi Banyu dan Biru menjadi bagian-bagian yang saya nikmati di novel ini. Bromance-nya kentara sekali.
Dari setiap tokoh yang ada, saya salut bagaimana penulis memanfaatkannya. Di novel ini nggak ada karakter yang sia-sia. Nggak ada yang numpang nongol atau asal lewat. Tokohnya nggak banyak, tetapi porsinya pas. Dari awal-akhir tokoh yang dihadirkan memang punya peranannya masing-masing.
Saya mengakhiri bacaan ini dengan tersenyum, sekaligus melantunkan doa dalam hati, semoga penulis dan pengidan gagal ginjal kronis di luar sana mendapatkan kesembuhan, terlebih lagi mendapatkan kebahagiaan dalam keterbatasan yang dimiliki. Tuhan pasti memberikan pengalaman hidup dengan tingkat kesulitan masing-masing demi suatu tujuan yang baik menurut Dia.
Oh, iya, Banyu ini religius sekali. Dan untuk beberapa bagian, rasanya pembaca sedang diceramahi. Saya tidak menyatakan ini salah karena bagaimana pun dari misi yang Proyek Malaikat-nya Banyu saja adalah upaya untuk menyalakan harapan hidup Nyala dengan mengingatkan dia kembali kepada Tuhan. Namun, bagi saya emang agak kebanyakan. Kadang-kadang saya merasa sedang membaca novel religi.
Karakter yang nggak begitu melekat di hati saya adalah Seno Gembul. Di bayangan saya Gembul ini agak kemayu dan bocor orangnya, tetapi bagi Nyala dan Biru dia tetap sahabat yang baik. Mungkin karena jokes-nya dia nggak terlalu nyambung dengan saya, jadi agak susah menerima Gembul. Dia biasa-biasa saja mungkin akan lebih
keterima.
Berikutnya, saya menyayangkan bagian ending. Penyingkapan fakta baru tentang Banyu, Biru dan Dokter Panji terlalu terkesan sinetron banget. Meskipun fakta itu memang diperlukan untuk mendukung resolusi, tapi rasanya… ah, kurang pas aja menurut saya. Pertama, penyelesaiannya terlalu cepat bisa dibilang instan atau mungkin jalan pintas? Kedua, mungkin bagi sebagian orang ini akan menjadi plot twist tapi dari gelagat Dokter
Panji dan kalimat yang ia ucapkan sudah ketebak arahnya ke mana.
Sebagai kesimpulan, Gagal Cinta Kronis adalah suguhan yang pas buat kamu yang mau baca tentang kisah cinta, persahabatan dan keluarga. Ini adalah salah satu novel yang bisa memberikan kehangatan apa lagi buat kamu yang bergumul dengan masalah relasi. Dari novel ini kita juga bisa belajar bahwa “syukur adalah satu-satunya senjata terampuh untuk bahagia.” Novel ini bukan novel romansa biasa, tetapi juga tentang penerimaan diri dan optimisme dalam menjalani hidup. Kita memang nggak bisa mengendalikan banyak halm tetapi setidaknya Tuhan masih memberikan pilihan untuk mengendalikan apa yang bisa kita kendalikan.